Pemerintahan

Penataan Desa di Jabar Penting Dilakukan

BANDUNG.SJN COM.-Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menginisiasi penataan desa di Jabar. Penataan desa amat penting dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan dan pembangunan desa.

Asisten Pemerintahan, Hukum, dan Kesejahteraan Sosial Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar Dewi Sartika mengatakan, saat ini, penataan desa di Jabar cenderung stagnan dibanding peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan wilayah di desa.

Stagnasi penataan desa tersebut, kata Dewi, sangat mempengaruhi kualitas pelayanan publik dan infrastruktur di desa-desa. Padahal, 72,38 persen masyarakat Jabar yang berjumlah hampir 50 juta jiwa tinggal di desa.

“Jumlah aparat desa dan pelayanan tidak sebanding dengan jumlah penduduk desa,” kata Dewi dalam Forum Asisten Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jabar via konferensi video di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (28/1/2021).

Dewi juga menekankan pentingnya penataan desa di Jabar. Saat ini, Jabar memiliki 27 kabupaten/kota dengan 5.312 desa. Akibatnya, banyak desa yang secara geografis terlalu luas. Anggaran dana desa tahun 2020 yang berjumlah Rp 5,9 triliun menghambat proses pembagunan jalan dan sarana fisik.

Dewi menarik perbandingan dengan dua provinsi lainnya. Jawa Tengah (Jateng) memiliki 7.809 desa di bawah 33 kabupaten/kota. Anggaran dana desa tahun 2020 adalah Rp 8,2 triliun. Demikian pula dengan Jawa Timur (Jatim) yang memiliki 7.724 desa, 38 kabupaten/kota, dan Rp 7,6 triliun untuk dana desa.

“Penataan desa menjadi penting dilakukan untuk mengoptimalkan pembangunan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa,” ucapnya.

Terdapat delapan aspek persyaratan pembentukan desa baru, yakni (1) aspek akses transportasi, (2) aspek usia desa, (3) aspek potensi sumber daya alam, (4) aspek sosial budaya, (5) aspek batas wilayah desa, (6) aspek sarana dan prasarana pemerintahan desa dan pelayanan publik, (7) aspek cakupan wilayah, dan (8) aspek pembiayaan perangkat pemerintahan desa.

Jika melihat jumlah penduduk, kata Dewi, sebanyak 1.378 desa dapat dimekarkan. Sebab, jumlah penduduk di 1.378 desa tersebut lebih dari 12.000 jiwa atau dua kali lipat jumlah penduduk minimal satu desa yakni 6.000 jiwa.

“Di luar itu, 1.900 desa yang mempunyai penduduk antara 6.000 sampai 12.000 jiwa dimungkinkan untuk dilakukan penataan dengan syarat dilakukan penggabungan dengan desa lain,” katanya.

“Desa induk maupun desa yang dibentuk baru minimal jumlah penduduk sebanyak 6.000 jiwa. Di samping itu, secara geografis letak desa yang digabungkan berbatasan satu dengan lainnya,” imbuhnya.

Selain persyaratan pembentukan desa, terdapat aspek-aspek pertimbangan penataan desa lainnya, yakni evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa, survei kepuasaan masyarakat desa, survei prakarsa penataan desa masyarakat, wawancara penataan desa, dan analisis urusan penataan desa.

“Pemerintah kabupaten/kota yang dapat membentuk desa maupun menggabungkan desa untuk mulai mempersiapkan diri supaya penataan desa dapat terwujud,” ucap Dewi.

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sadu Wasistiono menjelaskan mekanisme penataan desa. Menurutnya, penataan desa dapat diinisiasi oleh pemerintah provisi.

Tugas utama pemerintah provinsi adalah memberi informasi kepada pemerintah kabupaten/kota yang memiliki peran penting dalam penataan desa. Meski pembiayaan dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota harus tetap dilibatkan.

“Kabupaten/kota memberi tawaran dan penjelasan kepada desa tujuan dari penataan desa. Tapi, kita harus menerima pemberian tawaran itu desa bisa menolak atau menerima. Kalau menolak, tidak bisa dipaksa,” ucap Sadu.

“Karena penataan desa harus kesepakatan masyarakat desa. Jangan sampai tergantung kelompok elite desa. Jadi mesti bicara kesepakatan masyarakat desa,” imbuhnya.

Jika tawaran penataan desa diterima, kata Sadu, pemerintah harus mulai mempersiapkan dan menilai berdasarkan aspek persyaratan pembentukan desa baru.

Setelah memenuhi syarat, dibentuk desa persiapan. Jika kembali memenuhi persyaratan yang ada, dibentuk desa definitif. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus membina desa dalam semua proses penataan desa.

“Dampak positif dan dampak negatif dari penataan desa juga harus diperhitungkan dengan komprehensif,” tutur Sadu. (hms)