Pemerintahan

Kaleidoskop 2020: Jabar Lawan COVID-19 dengan Transparansi

BANDUNG.SJN COM.-Penanganan COVID-19 di Jawa Barat dilakukan dengan lima prinsip utama yang selalu mewarnai segala keputusan, langkah, kebijakan, dan program. Kelima prinsip itu adalah proaktif, transparan, ilmiah, inovatif, dan kolaboratif.

Salah satu dimensi yang selalu menjadi perhatian publik adalah asas transparansi. Pemda Provinsi Jawa Barat memahami betul masyarakat dalam menghadapi pandemi global untuk kali pertama ini terpecah menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama, orang yang percaya COVID-19 ada dan mau beradaptasi dengan kebiasaan baru. Kelompok kedua, orang yang percaya COVID-19 tapi belum mau beradaptasi dengan kebiasaan baru. Kelompok ketiga, orang yang tidak percaya COVID-19 karena menganggap ini teori konspirasi.

Pada kelompok kedua dan ketiga ini transparansi dibutuhkan. Setelah data – data ilmiah ditabulasikan dalam bentuk sebuah informasi, waktunya untuk dipublikasikan ke khalayak ramai. Dengan transparansi, Pemda Provinsi Jabar mencoba mendapatkan legitimasi publik untuk bertindak sesuai kebutuhan. Transparansi juga bertujuan membuat orang yang tadinya tidak percaya sekarang menjadi percaya COVID-19.

“Intinya kami ingin ada trust public,” ujar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Rabu (30/12/2020).

Menurut Gubernur, sebesar apapun yang dikerjakan Pemda Prov Jabar tapi jika masyarakat tidak percaya, maka legitimasinya rendah, malah mungkin akan dianggap hoaks. Sebaliknya, sekecil apapun yang dikerjakan tapi jika legitimasinya kuat, maka akan sangat berarti bagi masyarakat. “Kepercayaan publik adalah segalanya dalam penanganan COVID-19 ,” katanya.

Betapa pentingnya transparansi, maka hal yang pertama dilakukan ketika Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 mengumumkan kasus positif COVID-19 pertama Indonesia yang ternyata dari Kota Depok, Jawa Barat, Jabar langsung bergerak.

Siang diumumkan Presiden, Gubernur Ridwan Kamil langsung bergegas ke Kota Depok bertemu wali kota dan melakukan jumpa pers pada sore harinya. Langkah yang dilakukan adalah mengumumkan strategi penanganan agar dari ‘Klaster Dansa Depok’ tidak menyebar ke daerah tetangga termasuk DKI Jakarta sebagai ibu kota negara.

“Ini juga bagian dari transparansi untuk membangun kepercayaan publik,” kata Gubernur.

Keesokan harinya, Pemda Prov Jabar langsung tancap gas pertemuan lintas stakeholders mulai dari perangkat daerah, unsur forkopimda, para pakar, hingga praktisi teknologi digital. Forum ini fokus menangani COVID-19 di Jabar.

Hingga akhirnya Gubernur resmi meluncurkan Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat atau dikenal Pikobar, sebuah aplikasi terpadu berisi informasi sebaran virus baru ini per kabupaten/kota, dan nomor hotline yang dapat diakses publik.

Pikobar sendiri resmi diluncurkan 20 Maret 2020 tapi sebetulnya sudah mulai dimanfaatkan tiga hari setelah Presiden mengumumkan kasus positif pertama COVID-19.

Pikobar kemudian direplikasi di kabupaten/kota dengan template masing – masing. Meski tampilan berbeda, tapi idenya sama yakni transparansi informasi, dan kini sudah 27 kabupaten/kota memiliki aplikasi serupa untuk pelayanan informasi.

“Pikobar terus berevolusi disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan publik. Dari tampilan yang sederhana dan praktis, terus ke aplikasi yang dapat diakses gawai, hingga yang seperti terlihat sekarang. Semua informasi terpusat ke Pikobar,” jelas Gubernur.

Pikobar dikelola oleh Jabar Digital Service (JDS) yang merupakan unit kerja yang dibentuk untuk membawa sentuhan digital di Pemda Prov Jabar. Dengan gaya kepemimpinan Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum yang serbacepat dan berbasis informasi ilmiah, teknologi informasi digital merupakan harga mati.

Hingga Agustus 2020, tercatat aplikasi Pikobar telah diunduh pada gawai sebanyak 1 juta kali. Lebih dari 50 ribu pengguna mengunjungi laman internet. Dua hal ini yang mengantarkan aplikasi ini masuk Top 21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan COVID-19 dari Kemenpan RB.

Pikobar masuk sebagai terobosan kreatif karena memiliki empat kriteria, yakni baru, efektif, bermanfaat, dan dapat direplikasi. Salah satu fitur unggulan adalah Sistem Online Data Penerima Bantuan Sosial (Solidaritas) yang menyajikan data penerima bansos secara komprehensif. Aplikasi ini juga ramah disabilitas dan dapat diakses pengguna disabilitas.

Untuk mengoptimalkan kehadiran Pikobar, pada 27 Maret 2020, Ridwan Kamil mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 443/Kep.199-Hukham/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 di Jawa Barat. Forum penanganan yang tadinya sementara, kemudian dikukuhkan dan dilengkapi: berisi orang – orang yang berkompeten di bidangnya hingga melibatkan pakar Big Data dari Institut Teknologi Bandung.

“Data dalam transparansi adalah nyawa,” sebut Ridwan Kamil yang dulu Ketua Gugus Tugas dan kini berganti nama menjadi Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Provinsi Jawa Barat.

Kaitannya dengan transparansi, Gugus Tugas bekerja salah satunya mengelola dana dan teknologi informasi, meliputi pelayanan informasi melalui Pikobar, pengembangan aplikasi, riset dan analisis data.

Kemudian, melaksanakan komunikasi publik efektif meliputi konten kreatif, edukasi masyarakat, serta komunikasi publik melalui media massa dan media sosial, serta berbagai kampanye baik yang dilakukan manual di darat maupun secara digital.

Selama 10 bulan pandemi, sudah tak terhitung berapa rilis dari Biro Humas dikirimkan ke awak media dan terbit. Dari rata- rata rilis 10 rilis harian, tiga sampai empat di antaranya berisi informasi COVID-19. Tidak terhitung pula berapa postingan media sosial, materi infografis, konten audiovisual, serta ribuan kali zoom meeting yang dapat diakses publik sebagai bentuk transparansi informasi.

“Pandemi sudah sepuluh bulan dan setiap hari kami tidak henti menyajikan informasi seterbuka mungkin agar publik teredukasi,” kata Hermansyah, Ketua Divisi Komunikasi Publik Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Provinsi Jawa Barat.

Setiap minggu, sebisa mungkin Ridwan Kamil melaporkan sendiri update COVID-19 Jabar kepada publik melalui media. Sementara update harian dibagikan melalui pesan whatsapp berisi informasi statistik angka positif dan sejenisnya, serta berisi pesan – pesan edukatif yang dapat menstimulus perubahan perilaku masyarakat.

Transparansi vs Hoaks

Transparansi di Jabar sekali diuji ketika vaksin Sinovac Bio Farma memasuki tahap uji klinis tahap 3 di Kota Bandung. Tim Uji Klinis dari Unpad membuka pendaftaran relawan utuk ikut serta dalam uji coba tahap 3 tapi setelah berjalan sebulan sepi peminat.

Pada 10 Agustus 2020, gebrakan kemudian dilakukan Ridwan Kamil dengan menjadi peserta uji klinis yang kemudian mengajak unsur Forkopimda. Alhasil relawan kemudian berbondong – bondong mendaftar.

Menurut Ridwan Kamil, keikutsertaannya sebagai relawan bukan semata menjadi contoh, tapi juga bentuk transparansi publik bahwa tidak ada yang ditutup – tutupi dalam uji klinis ini. Tidak dipungkiri, spekulasi dan berbagai teori konspirasi kembali muncul menjelang uji klinis.

“Kalau uji klinis berhasil saya katakan berhasil, kalau tidak saya katakan kurang berhasil. Mari kita cari ikhtiar lain,” katanya waktu itu.

Hoaks bahkan muncul lagi setelah memasuki fase akhir Oktober 2020. Muncul isu bahwa berbagai tokoh dunia melakukan penipuan dengan berpura – pura menjadi relawan dan disuntik. Padahal suntikan tersebut sudah direkayasa seolah- olah menembus kulit relawan padahal tidak.

Tak pelak isu ini juga mendera Ridwan Kamil dan tokoh publik lain yang menjadi relawan. Untuk itu Kang Emil – sapaan akrab Ridwan Kamil – melakukan klarifikasi seterang – terangnya.

“Kelompok kemarin pertanyakan itu kelompok yang selalu tiap ada berita baik, berita harapan, itu kan konspirasi. Saya juga tipe yang jadul, kirain ambil darah itu pakai suntik yang lama, maaf ya. Jarumnya satu panjang terus ditarik, disedot gitu, jadi kelihatan. Nah persepsi publik, termasuk si geng yang mempertanyakan itu, ternyata sekarang ada cara baru, namanya vacutainer itu jarumnya dua, satu tusuk nadi vena, satu lagi ke tabung yang menempel,” kata Ridwan Kamil kepada Reisa Broto Asmoro, Jubir Satgas Penanganan COVID-19 dalam sesi wawancara.

Model hoaks seperti ini harus diakui menjadi batu sandungan serius dalam penanganan COVID-19 di Jabar. Hoaks, disinformasi, misinformasi, dan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, nyatanya telah menganggu jalannya transparansi informasi publik.

Beruntung Jabar punya yang namanya Jabar Sapu Bersih Hoaks (JSH). Mirip dengan JDS, JDH merupakan unit kerja yang bergerak di dunia teknologi informasi tapi dengan spesialisasi melawan hoaks. Selama pandemi, JSH lebih aktif lagi melakukan verifikasi publik atas hoaks beredar.

Maklum, selain pandemi publik juga mengenal infodemi, yaitu kondisi di mana hoaks tentang kesehatan dan COVID-19 memenuhi ruang – ruang percakapan publik hampir setiap hari. Infodemi yang berisi informasi menyesatkan membuat persepsi, sikap, dan tindakan masyarakat bisa salah pula.

Pandemi di Indonesia berkembang pertama kali Maret 2020, namun nyatanya berita – berita hoaks terkait COVID-19 sudah merebak sejak Januari 2020 seiring penyakit ini mulai ramai diperbincangkan akhir Desember 2019.

JSH mencatat selama 1 Januari – 30 Desember 2020, tercatat 5.954 informasi aduan di berbagai platform media sosial, 3.257 di antaranya terkait COVID-19.

Lokasi berita yang disinyalir hoaks berdasarkan wilayah berasal dari Jawa Barat 1.448 berita aduan, nasional (1.373), dan internasional 436 berita aduan.

Di Jawa Barat, lokasi paling banyak aduan Kota Bandung 569 berita aduan, berita lingkup Jawa Barat 249 aduan, dan Kabupaten Bandung 225 berita aduan.

Platform paling banyak menerima aduan, Whatsapp 1.723 berita aduan dan Instagram 1.487 berita aduan. Berdasarkan hasil klarifikasi, berota aduan hoaks 2.039, terkonfirmasi benar 1.218 berita aduan. Platform aduan terbanyak berita hoaks Whatsapp 1.121 berita aduan dan Instagram 887 berita aduan.

Berdasarkan waktu, aduan terbanyak terjadi pada masa awal pengumuman kasus pertama COVID-19 di Indonesia, yakni di bulan Maret 1.511 dan April 677. Aduan ini terjadi di platform whatsapp, instagram, twitter, facebook, dan line.

Pemda Provinsi Terinformatif

Pemda Prov Jabar tidak pernah berhenti memberikan pelayanan informasi paling transparan kepada publik. Melalui berbagai inisiatif dan inovasinya, pada 3 Desember 2020, Komisi Informasi Pusat menobatkan Jabar sebagai Pemerintah Provinsi Terinformatif 2020.

Kategori informatif merupakan kategori tertinggi pada penganugerahan tersebut. Jabar ada dalam tiga besar dengan nilai 98,15, setelah Jateng 99,07, dan DKI Jakarta dengan nilai 99,07.

Prestasi Jabar ini melengkapi dua predikat serupa dua tahun berturut-turut yakni 2018 dan 2019. Gubernur Ridwan Kamil menerima langsung penghargaan tersebut di Gedung Sate.

“Salah satu benteng Jabar yang bisa digunakan adalah adanya unit kerja anti hoaks, Jabar Saber Hoaks (JSH). Satu-satunya provinsi di Indonesia (yang memiliki unit kerja anti hoaks). Supaya masyarakat paham jika ada yang kebingungan ketika mendapatkan informasi,” kata Ridwan Kamil.
Menurut Ketua Komisi Informasi Jabar Ijang Faisal, penganugerahan bukan ajang kontestasi antar Badan Publik, tetapi harus dimaknai sebagai tolok ukur implementasi keterbukaan informasi publik di Jabar.
Pada tahun ini, KI Jabar melakukan monev dengan mengoptimalkan media daring, baik saat sosialisasi pelaksanaan monev sampai tahap akhir penganugerahan pemeringkatan badan publik.
Melalui movev, KI Jabar berharap mendapatkan gambaran terkait empat hal. Pertama, penerapan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada Badan Publik di Jabar.
Kedua, memberikan dorongan kepada Badan Publik untuk transparan dan akuntabel terkait pelaksanaan penanganan COVID-19. Ketiga, memenuhi hak atas informasi masyarakat dalam pelaksanaan penanggulangan COVID-19. Terakhir adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam mencegah penyebaran COVID-19.

Tidak ada yang tahu kapan wabah ini akan berakhir. Setahun dua tahun atau tiga tahun lagi. Tapi yang kita tahu, ikhitiar menangani COVID-19 tidak akan pernah berhenti di Jabar, dilakukan dengan cara yang transparan dan menghargai hak publik untuk mengetahui sebuah informasi. (red)