Parlementaria

Keteladanan Ibu bagi Generasi di Masa Pandemi

BOGOR.SJN COM.-Peringatan Hari Ibu idealnya bukan sekadar seremoni tanpa substansi, melainkan harus dimaknai sebagai momentum penuh esensi dan kontekstualisasi dalam rangka memberdayakan dan memantapkan peran ibu sebagai sumber kasih sayang dan inspirasi, pendidik pertama dan utama anak-anak bangsa sepanjang masa.
Seorang ibu bukan hanya merawat, mengajar, mendidik, membelajarkan anak-anaknya, tetapi juga menyayangi, melakukan transformasi, memotivasi, menginspirasi, dan memberi teladan terbaik bagi mereka.

Keteladanan yang baik merupakan kunci sakti pendidikan berkemajuan, sehingga dalam menjalankan fungsi dan perannya, sang ibu mampu memberi solusi terhadap berbagai persoalan dan tantangan zamannya. Era revoluasi industri 4.0 menghendaki ibu rumah tangga, ibu guru, ibu pejabat, dan ibu negara untuk tampil menjadi teladan terbaik dan terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan Ibu Pertiwi.

Oleh karena itu, perempuan calon ibu teladan harus dicerdaskan dan dicerahkan masa epannya dengan memperoleh akses dan kesempatan yang setara dalam pendidikan, peran sosial ekonomi, budaya, politik, dan sebagainya. Gerakan literasi peradaban bagi sang ibu melalui lembaga pendidikan formal, informal, dan non-formal, termasuk melalui media massa dan media sosial harus menjadi perhatian dan kepedulian semua pihak.

Nutrisi informasi dan edukasi nilai dan profesi bagi para ibu milenial harus dikembangkan sedemikian rupa, sehingga mereka memiliki kemandirian sosial ekonomi dan kontribusi signifikan bagi peradaban bangsa berkemajuan.

Bulan Desember di masa pandemi ini menjadi salah satu momentum bagaimana peran ibu dalam mempersiapkan generasi yang mumpuni di Hari Ibu. Melihat kembali sejarah, Hari Ibu berawal dari pertemuan para perempuan pejuang yang menggelar Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.

Agar kaum ibu selama masa karantina rumah akibat pandemi corona ini tidak stress dan gagap menjalankan tugas dan tanggungjawabnya di rumah, maka para ibu harus dipahamkan kembali betapa besarnya peran dan tanggungjawabnya bagi pembentukan generasi. Agar kembalinya ibu di rumah tidak diisi dengan aktivitas mengalir begitu saja tanpa berkontribusi positif bagi pembentukan generasi bangsa yang berkualitas.

Baik buruknya seorang anak, dapat dipengaruhi oleh baik atau tidaknya seorang ibu yang menjadi panutan anak-anaknya. Pernahkah kita membaca kisah-kisah kepahlawanan atau kemulian seseorang? Siapakah dalang di dalam keberhasilan mereka menjadi seorang yang pemberani, ahli ilmu atau bahkan seorang imam? Tidak lain adalah seorang ibu yang membimbingnya.
Inilah kekuatan seorang ibu yang diberikan kepada anak-anaknya. Tatkala sang anak merasa ragu akan hal yang ingin diperbuatnya, namun mereka teringat akan nasehat ibu mereka, maka semua keraguan itu menjadi hilang, yang ada hanya semangat dan keyakinan akan harapan seorang ibu.

Sejak Senin, 16 Maret 2020 hampir seluruh sekolah se-Indonesia diliburkan. Pembelajarannya diganti dengan mengerjakan tugas di rumah atas pengawasan orangtua. Mekanismenya, guru memberi tugas untuk beberapa hari dan tugas langsung dikumpulkan ke guru tiap harinya via online. Langkah ini menindaklanjuti keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan lembaga pendidikan.
Sekilas keputusan untuk belajar di rumah tersebut terkesan menyenangkan. Namun faktanya ketika proses berjalan, banyak keluhan di mana-mana. Terutama dari orangtua murid di tingkat PAUD dan SD. Keluhannya beragam, mulai dari masalah teknis semisal tidak bisa mendisiplinkan anak untuk segera mengerjakan tugasnya, hingga keluhan pada tataran ketidakmampuan secara ilmu untuk membantu anak-anaknya mengerjakan tugas.

Problem berbeda muncul pada pembelajaran di rumah bagi siswa SMP dan SMA yang menggunakan pembelajaran daring (pembelajaran dalam jejaring). Disini justru kita melihat ada ketidaksiapan guru dalam proses pembelajarannya. Misalnya ketika sudah disepakati pembelajaran menggunakan google classroom. Murid siap semua, giliran gurunya tidak siap dengan operasional aplikasinya.

Belum lagi ketidaksiapan juga dialami daerah-daerah yang minim fasilitas, baik piranti maupun jejaringnya. Sejumlah sekolah yang terbiasa menggunakan perangkat teknologi tentu tidak menjadi masalah, namun sangat bermasalah sekali bagi daerah yang minim fasilitas. Kini proses pembelajaran di rumah telah berlangsung. Meskipun kesiapan guru, siswa dan sekolah bervariasi. Ada yang siap, terpaksa siap dan betul-betul tidak siap.

Memang tidak bisa dipungkiri perubahan cara belajar jarak jauh ini berlangsung begitu cepat akibat merebaknya Covid-19. Dari peristiwa ini kita bisa menakar bahwa banyak sekali yang patut dievaluasi dari sistem pendidikan dan tenaga pendidik yang ada di negeri ini. Selain itu, kita juga bisa menakar sejauh mana peran orangtua selama ini dalam keberhasilan proses pendidikan anak
Dengan peristiwa ini kita bisa melihat dengan jelas bahwa orangtua selama ini hanya menyerahkan begitu saja pendidikan anak ke sekolah dan ke lembaga bimbingan belajar. Sehingga ketika diminta mendampingi proses belajar anak di rumah, mereka gagap dengan itu semua.

Tentu kita juga tidak bisa serta merta menyalahkan ketidakoptimalan peran ibu dalam proses pendidikan anak selama ini. Karena himpitan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme yang eksploitatif telah memproduksi kemiskinan dan badai PHK di mana mana. Sehingga menyebabkan beban ekonomi keluarga semakin berat dan memaksa kaum ibu untuk ikut bekerja menanggung ekonomi keluarga.

Apalagi ditambah program pemberdayaan ekonomi perempuan yang dilegalisasi oleh penguasa turut menjerat secara sistematis kaum ibu dalam jebakan dunia kerja atas nama kesetaraan gender. Sungguh karena desakan ekonomilah akhirnya kaum ibu selama ini lebih lama berada di luar rumah untuk bekerja dan sedikit sekali waktu bersama anak dan keluarga di rumah.

Dan sejak di berlakukannya kebijakan social distencing oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran covid-19, maka mulai dari aktivitas belajar, bekerja dan beribadah di haruskan untuk di lakukan di rumah. Masyarakat diminta untuk mengkarantina diri di rumah. Terlepas dari sisi positif dan negatif akibat dari pemberlakuan kebijakan tersebut, misalnya dari sisi ekonomi dll, hikmah besar di balik itu semua adalah karena qadarullah kaum ibu akhirnya kembali ke pangkuan keluarga terutama anak-anak mereka.

Sayangnya karena terlalu lamanya Ibu meninggalkan peran dan tanggung jawabnya di rumah, sehingga ketika menjalani karantina di rumah di masa pandemic Covid-19 ini banyak yang gagap bahkan stress menghadapi tingkah pola anak di rumah dan menjalankan tugas-tugasnya di rumah.

Oleh : Ir. Prastyawati,MM. (Anggota Komisi 4 DPRD Jawa Barat)