Pemerintahan

Ketahanan Ekonomi Desa di Tengah PandemiKetahanan Ekonomi Desa di Tengah Pandemi

BANDUNG.SJN COM.-Ketahanan ekonomi pedesaan Jawa Barat (Jabar) terpukul pandemi COVID-19. Pemanfaatan dana desa dilakukan. Begitu juga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dituntut inovatif. Sebab, BUMDes mempunyai peran strategis sebagai penggerak ekonomi desa.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jabar Bambang Tirtoyuliono mengatakan, dana desa sudah dimanfaatkan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Padat Karya Tunai Desa (PKTD).

BLT tahap I senilai Rp600 ribu sudah disalurkan kepada sekitar 890.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sedangkan BLT tahap II senilai Rp300 ribu memasuki proses penyaluran.

“Program PKTD juga sudah berjalan. Sampai Juli kemarin, tercatat ada 11.301 kegiatan yang memang diakses untuk PKTD. Penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 96 ribu. BLT dan PKTD sebagai upaya untuk memulihkan ekonomi pedesaan dalam jangka pendek,” kata Bambang di Kota Bandung, Rabu (12/8/20).

PKTD merupakan semua kegiatan pekerjaan yang didanai oleh dana desa harus menggunakan sebesar-besarnya pemanfaatan tenaga kerja di desa bersangkutan. Tenaga kerja yang menjadi prioritas adalah tenaga kerja dari keluarga miskin, tenaga kerja pengangguran, tenaga kerja pengangguran baru di desa.

Selain pemanfaatan dana desa, kata Bambang, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar intens mendorong BUMDes untuk berinovasi. BUMDes dinilai mampu menggerakkan ekonomi desa karena melibatkan masyarakat dalam kegiatan usaha.

Apalagi, jumlah BUMDes di Jabar terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2018, hanya 3.695 dari 5.312 desa yang memiliki BUMDes. Tahun berikutnya jumlah BUMDes di Jabar tercatat 4.563. Tahun ini, jumlah BUMDes meningkat menjadi 4.890.

“Masih ada desa yang belum memiliki BUMDes. Kemudian dari 4.890 BUMDes, ada sekitar 614 BUMDes belum aktif. Ini tugas bersama semua strata pemerintahan, pusat, provinsi, dan kabupaten. Kami intens mendorong BUMDes untuk bisa aktif dan menggerakkan ekonomi desanya,” ucap Bambang.

DPM-Desa Jabar memiliki lima strategi guna mengoptimalkan peran BUMDes dalam menjaga ketahanan ekonomi, yakni pendampingan, mentoring, membuka akses permodalan, memperluas akses pemasaran, dan menguatkan kelembagaan.

Dalam pendampingan dan mentoring, kata Bambang, pihaknya menggandeng sejumlah pihak. Mulai dari Kadin sampai pelaku bisnis.

“Bicara tentang akses permodalan. Pemda Provinsi Jabar dan pemerintah pusat memberikan bantuan modal kepada BUMDes yang memenuhi kriteria. Kami juga coba membuka akses permodalan melalui perbankan. Dalam hal ini kami mengalami kendala karena BUMDes harus tercatat sebagai Badan Usaha. Sedangkan saat ini BUMDes dibentuk oleh Peraturan Desa,” ucapnya.

Guna mempermudah BUMDes mengakses perbankan, Pemda Provinsi Jabar sedang membuat database BUMDes secara komprehensif. Terlebih Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) menggulirkan program pemberian nomor registrasi bagi BUMDes. Program itu dapat menguatkan legalitas BUMDes.

Bambang menjelaskan, perluasan akses pemasaran BUMDes dilakukan dengan memanfaatkan Desa Digital. Desa Digital merupakan program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi digital dan internet dalam pengembangan potensi desa, pemasaran dan percepatan akses serta pelayanan informasi.

“Kami sudah membangun infrastruktur Desa Digital. Kemudian juga menghadirkan ruang untuk transaksi produk BUMDes. Soal kelembagaan, kami ingin memperkuat kualitas dan kuantitas BUMDes. Salah satunya menghadirkan forum dan networking, supaya produk dari BUMDes terserap,” katanya.

Inovasi BUMDes Jabar

Pandemi COVID-19 membuat roda ekonomi BUMDes Maju Desa Ujunggebang, Kabupaten Indramayu, berhenti berputar. Sebab, Wisata Pantai Plentong yang dikelolanya ditutup selama pembatasan sosial berlaku.

Direktur BUMDes Maju Desa Ujunggebang, Taripan, mengatakan, supaya kegiatan ekonomi tetap bergerak, pihaknya mulai memproduksi hand sanitizer.

“Karena pariwisata ditutup, BUMDes kami kebingungan harus ngapain. Setelah dipikir-pikir dan lihat sumber daya yang ada, akhirnya kami membuat hand sanitizer,” kata Taripan.

Permintaan masyarakat untuk hand sanitizer konsisten meningkat selama pandemi COVID-19. Untuk memenuhi permintaan tersebut, BUMDes Maju memperkerjakan beberapa warga desa.

“Kami juga berkolaborasi dengan BUMDes lain untuk pembuatan masker kain. Kami jual kembali kepada masyarakat dengan harga rendah, tapi tetap ada pemasukan untuk desa,” ucap Taripan.

Taripan mengatakan, saat masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dimulai, pihaknya harus kembali melihat peluang yang ada. Tujuannya supaya kegiatan BUMDes dan ekonomi di desanya tetap bergairah.

Gerakan Ekonomi Kreatif Pedesaan

Pedesaan di Jabar punya potensi besar di sektor ekonomi kreatif (ekraf). Desa Bantar Agung, Kab. Majalengka, misalnya yang memiliki sejumlah produk ekraf, seperti kriya maupun kuliner.

Guna mencuatkan potensi ekraf pedesaan, Pemda Provinsi Jabar melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar menggelar Village Talk atau program Ekraf Masuk Desa. Village Talk bertujuan melatih pelaku ekraf untuk meningkatkan kualitas produk dan memperluas pasar.

Kepala Bidang Industri Pariwisata Disparbud Jabar, Azis Zulficar Aly, berharap dengan adanya acara tersebut pelaku ekraf terdorong untuk mempromosikan produk kreatifnya secara profesional.

“Untuk meningkatkan kembali perekonomian ini, kami berupaya memberikan bimbingan dan pelatihan bagaimana mereka harus bangkit. Di antaranya melalui promosi, branding dan pemasaran melalui beragam cara lewat digital,” kata Azis.

Sebagai desa wisata, kata Azis, Desa Bantar Agung memiliki produk ekraf yang beragam. Mulai dari madu, keripik pisang, kopi yang dipetik dari kebun kaki Gunung Ciremai. Namun, pelaku ekraf kerap terkendala dalam proses pengemasan dan pemasaran.

“Kemasan kami buat desainnya, promosi digital juga dibantu hingga mengajari mereka bagaimana membuat konten digital yang menarik dengan waktu hanya beberapa detik saja,” ucapnya.

“Makanya produk-produk UKM dan ekraf dari desa kita link and match kan dengan market place. Salah satunya start-up rumah WA.com. Dengan begitu pernyataan ‘rezeki kota tinggal di desa bisnis mendunia’ dapat terwujud,” imbuhnya.

Kepala Desa Bantar Agung Maman Surahman berharap pelaku ekraf di tempatnya kembali bergairah untuk terus berproduksi dan berinovasi. Ia optimistis pelaku ekraf di desanya dapat menggerakkan ekonomi meskipun dalam pandemi COVID-19.

“Kami termotivasi untuk lebih maju lagi, baik perbaikan dari sisi pasar maupun kreasi dan lainnya. Apalagi, di sini masih banyak kendala soal akses pemasaran,” kata Maman.

Salah satu pelaku ekraf Desa Bantar Agung, Anissa, mengatakan, pandemi COVID-19 memberikan pelajaran betapa pentingnya inovasi.

“Saya akan mulai memasarkannya secara online lebih memperbanyak pelanggan. Kedepannya saya harus berinovasi lagi. Materi yang didapat mendorong saya untuk terus memajukan bisnis dan turut menyejahterakan masyarakat sekitar,” kata Anissa.

BANDUNG — Ketahanan ekonomi pedesaan Jawa Barat (Jabar) terpukul pandemi COVID-19. Pemanfaatan dana desa dilakukan. Begitu juga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dituntut inovatif. Sebab, BUMDes mempunyai peran strategis sebagai penggerak ekonomi desa.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jabar Bambang Tirtoyuliono mengatakan, dana desa sudah dimanfaatkan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Padat Karya Tunai Desa (PKTD).

BLT tahap I senilai Rp600 ribu sudah disalurkan kepada sekitar 890.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sedangkan BLT tahap II senilai Rp300 ribu memasuki proses penyaluran.

“Program PKTD juga sudah berjalan. Sampai Juli kemarin, tercatat ada 11.301 kegiatan yang memang diakses untuk PKTD. Penyerapan tenaga kerja mencapai sekitar 96 ribu. BLT dan PKTD sebagai upaya untuk memulihkan ekonomi pedesaan dalam jangka pendek,” kata Bambang di Kota Bandung, Rabu (12/8/20).

PKTD merupakan semua kegiatan pekerjaan yang didanai oleh dana desa harus menggunakan sebesar-besarnya pemanfaatan tenaga kerja di desa bersangkutan. Tenaga kerja yang menjadi prioritas adalah tenaga kerja dari keluarga miskin, tenaga kerja pengangguran, tenaga kerja pengangguran baru di desa.

Selain pemanfaatan dana desa, kata Bambang, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar intens mendorong BUMDes untuk berinovasi. BUMDes dinilai mampu menggerakkan ekonomi desa karena melibatkan masyarakat dalam kegiatan usaha.

Apalagi, jumlah BUMDes di Jabar terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2018, hanya 3.695 dari 5.312 desa yang memiliki BUMDes. Tahun berikutnya jumlah BUMDes di Jabar tercatat 4.563. Tahun ini, jumlah BUMDes meningkat menjadi 4.890.

“Masih ada desa yang belum memiliki BUMDes. Kemudian dari 4.890 BUMDes, ada sekitar 614 BUMDes belum aktif. Ini tugas bersama semua strata pemerintahan, pusat, provinsi, dan kabupaten. Kami intens mendorong BUMDes untuk bisa aktif dan menggerakkan ekonomi desanya,” ucap Bambang.

DPM-Desa Jabar memiliki lima strategi guna mengoptimalkan peran BUMDes dalam menjaga ketahanan ekonomi, yakni pendampingan, mentoring, membuka akses permodalan, memperluas akses pemasaran, dan menguatkan kelembagaan.

Dalam pendampingan dan mentoring, kata Bambang, pihaknya menggandeng sejumlah pihak. Mulai dari Kadin sampai pelaku bisnis.

“Bicara tentang akses permodalan. Pemda Provinsi Jabar dan pemerintah pusat memberikan bantuan modal kepada BUMDes yang memenuhi kriteria. Kami juga coba membuka akses permodalan melalui perbankan. Dalam hal ini kami mengalami kendala karena BUMDes harus tercatat sebagai Badan Usaha. Sedangkan saat ini BUMDes dibentuk oleh Peraturan Desa,” ucapnya.

Guna mempermudah BUMDes mengakses perbankan, Pemda Provinsi Jabar sedang membuat database BUMDes secara komprehensif. Terlebih Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) menggulirkan program pemberian nomor registrasi bagi BUMDes. Program itu dapat menguatkan legalitas BUMDes.

Bambang menjelaskan, perluasan akses pemasaran BUMDes dilakukan dengan memanfaatkan Desa Digital. Desa Digital merupakan program pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi digital dan internet dalam pengembangan potensi desa, pemasaran dan percepatan akses serta pelayanan informasi.

“Kami sudah membangun infrastruktur Desa Digital. Kemudian juga menghadirkan ruang untuk transaksi produk BUMDes. Soal kelembagaan, kami ingin memperkuat kualitas dan kuantitas BUMDes. Salah satunya menghadirkan forum dan networking, supaya produk dari BUMDes terserap,” katanya.

Inovasi BUMDes Jabar

Pandemi COVID-19 membuat roda ekonomi BUMDes Maju Desa Ujunggebang, Kabupaten Indramayu, berhenti berputar. Sebab, Wisata Pantai Plentong yang dikelolanya ditutup selama pembatasan sosial berlaku.

Direktur BUMDes Maju Desa Ujunggebang, Taripan, mengatakan, supaya kegiatan ekonomi tetap bergerak, pihaknya mulai memproduksi hand sanitizer.

“Karena pariwisata ditutup, BUMDes kami kebingungan harus ngapain. Setelah dipikir-pikir dan lihat sumber daya yang ada, akhirnya kami membuat hand sanitizer,” kata Taripan.

Permintaan masyarakat untuk hand sanitizer konsisten meningkat selama pandemi COVID-19. Untuk memenuhi permintaan tersebut, BUMDes Maju memperkerjakan beberapa warga desa.

“Kami juga berkolaborasi dengan BUMDes lain untuk pembuatan masker kain. Kami jual kembali kepada masyarakat dengan harga rendah, tapi tetap ada pemasukan untuk desa,” ucap Taripan.

Taripan mengatakan, saat masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dimulai, pihaknya harus kembali melihat peluang yang ada. Tujuannya supaya kegiatan BUMDes dan ekonomi di desanya tetap bergairah.

Gerakan Ekonomi Kreatif Pedesaan

Pedesaan di Jabar punya potensi besar di sektor ekonomi kreatif (ekraf). Desa Bantar Agung, Kab. Majalengka, misalnya yang memiliki sejumlah produk ekraf, seperti kriya maupun kuliner.

Guna mencuatkan potensi ekraf pedesaan, Pemda Provinsi Jabar melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar menggelar Village Talk atau program Ekraf Masuk Desa. Village Talk bertujuan melatih pelaku ekraf untuk meningkatkan kualitas produk dan memperluas pasar.

Kepala Bidang Industri Pariwisata Disparbud Jabar, Azis Zulficar Aly, berharap dengan adanya acara tersebut pelaku ekraf terdorong untuk mempromosikan produk kreatifnya secara profesional.

“Untuk meningkatkan kembali perekonomian ini, kami berupaya memberikan bimbingan dan pelatihan bagaimana mereka harus bangkit. Di antaranya melalui promosi, branding dan pemasaran melalui beragam cara lewat digital,” kata Azis.

Sebagai desa wisata, kata Azis, Desa Bantar Agung memiliki produk ekraf yang beragam. Mulai dari madu, keripik pisang, kopi yang dipetik dari kebun kaki Gunung Ciremai. Namun, pelaku ekraf kerap terkendala dalam proses pengemasan dan pemasaran.

“Kemasan kami buat desainnya, promosi digital juga dibantu hingga mengajari mereka bagaimana membuat konten digital yang menarik dengan waktu hanya beberapa detik saja,” ucapnya.

“Makanya produk-produk UKM dan ekraf dari desa kita link and match kan dengan market place. Salah satunya start-up rumah WA.com. Dengan begitu pernyataan ‘rezeki kota tinggal di desa bisnis mendunia’ dapat terwujud,” imbuhnya.

Kepala Desa Bantar Agung Maman Surahman berharap pelaku ekraf di tempatnya kembali bergairah untuk terus berproduksi dan berinovasi. Ia optimistis pelaku ekraf di desanya dapat menggerakkan ekonomi meskipun dalam pandemi COVID-19.

“Kami termotivasi untuk lebih maju lagi, baik perbaikan dari sisi pasar maupun kreasi dan lainnya. Apalagi, di sini masih banyak kendala soal akses pemasaran,” kata Maman.

Salah satu pelaku ekraf Desa Bantar Agung, Anissa, mengatakan, pandemi COVID-19 memberikan pelajaran betapa pentingnya inovasi.

“Saya akan mulai memasarkannya secara online lebih memperbanyak pelanggan. Kedepannya saya harus berinovasi lagi. Materi yang didapat mendorong saya untuk terus memajukan bisnis dan turut menyejahterakan masyarakat sekitar,” kata Anissa. (red)