Politik

Belajar Mengajar di Sekolah Sebaiknya Ditunda

JAKARTA.SJN COM.-Panduan pembelajaran selama Covid-19 perlu ditinjau kembali. Menurut panduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya daerah dengan zona hijau yang dibolehkan melaksanakan belajar tatap muka, yaitu 6 persen atau sekitar 85 kabupaten/kota zona hijau se-Indonesia. Menurut Anggota Komisi X DPR RI Ali Zamroni, sebaiknya kegiatan belajar mengajar di sekolah ditunda saja.

“Sebaiknya dilakukan penundaan kegiatan belajar mengajar di sekolah apabila saat ini hanya ada 6 persen saja sekolah yang berada di zona hijau. Kebijakan tersebut akan membuat masyarakat gusar dan bertanya-tanya mengenai jaminan keamanan jangka panjang bagi siswa dan guru,” kata Ali dalam siaran persnya yang diterima Parlementaria, Rabu (17/6/2020).

Politisi Fraksi Partai Gerindra itu berpendapat, banyak yang harus diatur kembali secara rinci apabila kegiatan belajat mengajar (KBM) tatap muka akan dilakukan. Misalnya, soal koordinasi dan sosialisasi Kemendikbud kepada Pemerintah Daerah yang berada di zona hijau. Ia tak menginginkan, KBM itu membuat situasi panik karena ketidaksiapan para orang tua murid.

Persoalan urgen lain yang harus diperhatikan ialah anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan KBM tatap muka. Apakah Pemda sudah merancang kesiapan anggaran untuk memfasilitasinya. Dari data panduan Kemendikbud, terhitung hanya 6 persen wilayah Indonesia atau sekitar 85 kabupaten/kota yang masuk zona hijau. Lalu, bagaimana dengan 94 persen atau 492 kabupaten/kota yang masih kuning, oranye, atau merah.

“Jika Pemerintah hanya memperhatikan kondisi belajar bagi zona aman, padahal itu hanya sedikit dari sekian banyak sekolah yang tak membuka aktivitas belajar tatap muka, lantas bagaimana nasib para siswa yang daerahnya masih dalam dalam zona awas,” tutur Ali bertanya-tanya. Sekolah-sekolah yang berada di zona hijau, menurut Ali, belum tentu siap menggelar KBM tatap muka.

Apalagi, sambung legislator dapil Banten I itu, sekolah-sekolah di zona hijau rata-rata bukan di daerah perkotaan. Artinya, sekolah itu tidak memiliki sarana dan akses kesehatan yang memadai. Ditambahkannya, penundaan bisa dilakukan dengan catatan Kemendikbud harus mereview sistem pembelajaran daring yang sudah berjalan selama ini. Kemendikbud harus lebih memperhatikan kebutuhan siswa dalam fasilitas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

“Pemerataan akses teknologi PJJ yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya harus dicarikan jalan keluar. Di Lebak Selatan, misalnya, untuk akses internet bagi pelajar masih sangat sulit aksesnya. Siswa kurang mampu harus diberikan kuota/paket data agar tetap ikut KBM secara daring. Materi pembelajaran juga harus lebih dirancang dengan efektif dan tidak membebani siswa,” tulis Ali dalam rilisnya. (mh/sf)