Hukrim

Kejahatan kala pandemi dalam bingkai Rational Choice Theory

BANDUNG.SJN COM.-Kejahatan kala pandemi dalam bingkai Rational Choice Theory. Oleh: M. Farhan Dhifa Akbar.

Pandemi covid-19 semakin merebak. Di Indonesia sendiri angka positif yang terdampak covid-19 telah mencapai 20.162 orang (data dari covid.go.id perhari Kamis, 21 Mei 2020) belum lagi ditambah angka yang tidak terdaftar pada situs resmi pemerintah. Pandemi semakin tak terbendung dan pemerintah kewalahan dalam menanganinya. PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pun terus diperpanjang waktunya, hingga kita tak tahu menahu lagi kapan pandemi ini akan berakhir. Ditengah pandemi yang kian tak pasti ini, kita malah kembali dikejutkan dengan informasi pembebasan napi.

Tidak main-main, angka napi yang akan dibebaskan berjumlah sekitar 30.000 napi. Hal itu dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan tujuan untuk mencegah penyebaran covid-19 dari penjara. Hal ini dilakukan karena tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakata terbilang cukup tinggi. Kendati demikian, terdapat syarat-syarat tertentu dalam pembebasannya. Namun ternyata syarat tersebut nyatanya tidak terlalu mempengaruhi keadaan napi diluar sana serta justru membuat masyarakat semakin resah.

Keresahan tersebut terbukti. Mantan narapidana dari Jambi contohnya, ia diamankan pihak kepolisian karena kedapatan mencuri ponsel di rumah salah satu warga. Napi yang berinisial A ini mencuri ponsel warga dengan membobol rumahnya yang saat itu sedang dalam keadaan kosong. Ia juga mengaku bahwa

ia terpaksa mencuri lagi lantaran ia tak memiliki pekerjaan setelah keluar dari lapas.

Apabila dikaitkan dengan salah satu teori kriminologi yaitu Rational Choice Theory, dalam teori tersebut terdapat asumsi bahwa perilaku manusia merupakan suatu tindakan yang disengaja dan ditentukan, yang berarti bahwa Rational Choice Theory adalah orang memilih kejahatan jika keadaannya tepat dan meskipun konsekuensinya tidak mengenakkan, bagi sebagian orang justru melakukan tindakan kejahatan merupakan hal yang mudah untuk dibuat. Teori ini juga memiliki enam asumsi dasar, yaitu:

1. Setiap fenomena sosial adalah akbiat dari pilihian yang dibuat oleh seseorang

2. Perilaku manusia dapat dipahami

3. Perilaku muncul sebagai akibat dari berbagai alasan yang ada dipikiran

4. Pilihan atas prilaku didasari pada penilaian terhadap konsekuensi yang akan didapatkan dari pilihan tersebut

5. Penilaian yang diberikan didasarkan pada akibat yang dirasakan oleh individu itu sendiri

6. Individu akan mengambil pilihan yang dirasa memberikan keuntungan bagi dirinya

Dalam asumsi dasar dari teori tersebut bisa kita lihat bahwa narapidana yang tadi dihadirkan merupakan contoh bahwa ia mencuri atas kehendak dirinya sendiri dan dilakukan secara sadar. Selain itu juga alasannya dapat dipahami, yaitu karena faktor ekonomi. Kemudian dari asumsi keempat, dapat kita lihat bahwa penjahat atau pencuri sebetulnya telah menyadari

konsekuensi apa yang akan terjadi dari perilakunya, namun dia tetap melakukan kejahatan tersebut karena dia merasa apa yang akan dilakukan akan memberikan keuntungan untuk dirinya dari ‘segi ekonomi’ tadi, yang sesuai dengan asumsi poin keenam. Dari asumsi-asumsi tersebut dapat kita jabarkan bagaimana kejahatan itu dapat terjadi, hingga background kenapa kejahatan dapat terjadi.

Pada kondisi pandemi seperti ini, sebaiknya kita selalu menjaga apa yang melekat dalam diri kita, sehingga dapat menjaga dari tindak perilaku kejahatan. Kita juga dapat memprediksi perilaku kejahatan dengan menganalisis Rational Choice Theory ini. Teori ini dapat memberikan kita asumsi sederhana dalam menghadapi kejahatan. Meski orang awam, kita dapat memaknai hingg mewaspadai perilaku kejahatan ini.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk kamu dan orang disekitar kamu dalam menghadapi persoalan kejahatan di lingkungan kamu, ya!