Nasional

Akhiri Perkawinan Anak, Wujudkan Generasi Emas Indonesia 2045!

JAKARTA.SJN COM,-Perjalanan panjang untuk mengakhiri praktik perkawinan anak di Indonesia, akhirnya menemukan titik puncak dan terjawab dengan disahkannya Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada 16 September 2019. Menyambut hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan acara ‘Seminar Nasional Menyambut Pengesahan UU tentang Perubahan atas UU Perkawinan’ dengan melibatkan 8 (Delapan) Kementerian/Lembaga, Koalisi Perempuan Indonesia, Lembaga Masyarakat, dan Forum Anak Nasional.

“Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak yang berarti juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pengesahan UU ini merupakan titik puncak dari perjalanan panjang yang sangat dinantikan masyarakat, demi menyelamatkan anak Indonesia atas praktik perkawinan anak yang sangat merugikan anak, keluarga dan Negara,” tegas Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin dalam sambutannya pada Seminar Nasional hari ini.

Lenny mengungkapkan bahwa perubahan atas UU Perkawinan memuat 3 (tiga) hal penting, yaitu perkawinan diizinkan apabila laki-laki dan perempuan sudah mencapai batas minimal umur 19 tahun; Apabila pihak laki-laki  dan perempuan masih di bawah 19 tahun, maka orangtua atau pihak dari calon mempelai dapat mengajukan permohonan dispensasi kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi lainnya; Pemerintah harus melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat mengenai pencegahan perkawinan usia dini, bahaya seks bebas dan perkawinan tidak tercatat, demi terwujudnya generasi bangsa yang lebih unggul.

Pada Seminar Nasional ini, Kemen PPPA bersama Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, Mahkamah Agung, Staf Khusus Presiden, Koalisi Perempuan Indonesia, Lembaga Masyarakat dan Forum Anak Nasional menyampaikan komitmen bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak di Indonesia.

Upaya langkah-langkah tersebut di antaranya yaitu menurunkan kondisi perkawinan anak agar tidak berada pada peringkat tertinggi ke-7 di dunia dan peringkat ke-2 di ASEAN; Menurunkan angka perkawinan anak dari 11,2 persen menjadi 8 persen sesuai target RPJMN 2020-2024; Melakukan harmonisasi peraturan pelaksanaan atas perubahan UU Perkawinan, antara lain dengan penguatan kelembagaan maupun layanan pencatatan perkawinan, menetapkan peraturan bagi dispensasi kawin maupun penguatan rekomendasi kesehatan bagi dispensasi kawin.

Selain itu, melakukan sosialisasi secara masif dan serentak di tingkat nasional, hingga daerah untuk merespon perubahan Undang-Undang Perkawinan; Menggerakkan Forum Anak sebagai 2P (Pelopor dan Pelapor) sampai tingkat Desa/Kelurahan untuk melakukan pencegahan Perkawinan Anak; Meningkatkan peran PUSPAGA dalam mencegah Perkawinan Anak di tingkat keluarga.

Upaya lainnya yaitu memperkuat pendidikan kesehatan reproduksi, termasuk meningkatkan pemahaman kepada anak, orang tua, dan satuan pendidikan, termasuk pada tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama; Melibatkan semua pihak untuk ikut serta mengambil peran dalam berbagai bentuk dengan fokus mencegah perkawinan anak.

“Ini merupakan sejarah yang kita capai bersama bagi Bangsa Indonesia khususnya bagi anak-anak Indonesia. Selama hampir 45 tahun, akhirnya kita mampu menjawab permasalahan  terkait perlindungan terhadap 80 juta anak dari praktik perkawinan anak yang sangat memprihatinkan. Tentunya akan sangat berdampak terhadap ketahanan nasional dan tantangan dalam mewujudkan SDM Unggul dan Generasi Emas Indonesia 2045,” pungkas Lenny.(hms)