Nasional

Didik dan Lindungi Anak adalah Kepuasan Batin

KAB SLEMAN.SJN COM,-“Anak itu, akan menjadi apa nantinya ya tergantung orang tua mereka. Maka dari itu, ayo bapak ibu satukan hati lindungi anak kita, ketahui hak – haknya, ajak mereka belajar bersama dan bermain di luar rumah”. Kalimat tersebut sering kali dilontarkan oleh Ketua Rukun Warga (RW) 18 Leles Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kab. Sleman, Ijan Trisnoharjono ketika mengunjungi tetangga-tetangganya.

Dari langkah awal tersebut, terbukti ketika teman – teman wartawan Media Trip Kota Layak Anak (KLA) 2019 mengunjungi RW tersebut, disambut dengan kehangatan dan keceriaan anak-anak bermain di taman dan berinteraksi dengan orang tua dan tetangga, yang juga merupakan anggota Satuan Petugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) RW 18 Leles.Kab. Sleman (18/9)

“Kami merasa salut dengan perkembangan desa dan RW ini. Selama ini, pemerintah hanya berperan memberi motivasi saja. Perkembangan yang pesat terjadi karena kesadaran warganya yang begitu tinggi. Oleh karenanya, pemerintah daerah mulai mendukung dengan mendorong terbentuknya Satgas PPA agar fungsi RW Layak Anak dapat berjalan dengan baik. Menurut kami, desa atau RW Layak Anak merupakan penanaman budi pekerti. Melaui Desa atau RW Layak Anak, sebenarnya penanaman budi pekerti kepada anak menjadi lebih mudah dilakukan,” tutur Kepala Desa Condongcatur, Reno Chandar Sangaji.

Ketua RW 18 Leles, Ijan Trisnoharjono menceritakan bahwa RW 18 Leles telah menerapkan Jam Bermain Anak-anak pada pukul 15.30 – 17.00 WIB, Jam Belajar Masyarakat, serta kegiatan di Musala. “Ketika pukul 15.30 WIB, kami menutup jalan di sekitar RW kami dengan portal agar anak-anak bisa bebas bermain. Hal ini kami lakukan karena awalnya kami melihat tingginya kenakalan remaja dan banyaknya anak yang bermain gawai di lingkungan kami. Dengan adanya Jam Bermain Anak dan kegiatan mengaji di Musala setiap Hari Selasa dan Kamis, anak – anak lebih pandai bersosialisasi, tanggung jawab, dan nilai akademiknya meningkat,” cerita Ijan.

“KLA akan terwujud jika didukung kecamatan dan keluarahan layak anak, bahkan RW lebih baik, apalagi jika RT. Kab. Sleman juga telah berupaya untuk memenuhi 24 indikator KLA. Minimal, RW mereka saja telah mencerminkan RW menuju Layak anak. Hal ini membuktikan bahwa Kab.Sleman layak meraih KLA kategori Nindya. Para perangkat daerah juga paham betul semua program dan teknis terkait perlindungan dan tumbuh kembang anak. Ke depan, unsur Gugus Tugas KLA yang terdiri dari perangkat desa, lembaga masyarakat, dan dunia usaha harus bisa lebih saling bersinergi. Dengan begitu kami yakin, Kab.Sleman bisa meraih peringkat KLA,” ujar Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin.

Kecamatan Depok itu sendiri, juga telah meraih predikat Kecamatan Layak Anak (KELANA). Kecamatan ini sangat mendukung dan memberikan wadah bagi kegiatan anak – anak. Selain sediakan taman bagi anak – anak, kecamatan ini juga sediakan 2 gedung yang rutin digunakan untuk kegiatan pramuka dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kecamatan Depok telah membentuk dan mendukung Forum Anak Kecamatan yang dilibatkan dalam musrenbang. Secara rutin, Kec. Depok mendukung dan fasilitasi kegiatan penyuluhan narkoba, evaluasi jam belajar masyarakat, dan Kemah Budaya. Kegiatan Kemah Budaya diselenggarkan agar anak – anak mau melestarikan Budaya Jawa. Kegiatan tersebut seperti berpidato Bahasa Bawa, menjadi pembawa acara Berbahasa Jawa, dan membuat anyaman tradisional.

Setelah mengunjungi RW 18 Leles, teman – teman wartawan menuju Pusat Kreativitas Anak (PKA) Sanggar Memetri Wiji. Teman – teman wartawan disambut oleh Tembang Mijil Pandugo yang dinyanyikan anak-anak sanggar tersebut. Ternyata, Sanggar Memetri Wiji merupakan pusat kreativitas dan pelestari Budaya Jawa bagi anak-anak. Selain belajar tembang jawa, anak – anak juga belajar Bahasa Jawa Halus, menulis aksara Jawa, dan tata krama jawa.

“Sanggar Memetri Wiji lahir karena adanya keresahan para orang tua sekitar karena pemahaman tentang budaya dan tata krama jawa pada anak – anak semakin menurun. Akhirnya saya dan keluarga berinisiatif untuk mendirikan sanggar ini. Kami mendapatkan kepuasan batin ketika mendidik dan berbagi ilmu terkait Budaya Jawa kepada anak – anak kita,” tutur pendiri Memetri Wiji, Tri Joko Saptono.

Setelah mengunjungi RW 18 Leles dan Sanggar Memetri Wiji, teman – teman wartawan menuju Sekolah predikat Sekolah Ramah Anak, SMPN 2 Pakem. Di sekolah tersebut, para murid bebas mendesain dan mengkreasikan kelasnya sendiri. Hal ini agar para murid tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga cerdas secara budaya.

Selain kunjungi SMPN 2 Pakem, para wartawan juga kunjungi Sekolah Pintar. Sekolah Pintar merupakan sekolah informal atau sekolah karakter. Di sekolah ini, anak – anak bebas menyumbangkan ide dan inovasi. Saat ini, ide mereka adalah menyelamatkan dunia, sehingga mereka berinovasi untuk membuat sedotan dari bambu untuk mengurangi sampah plastik.