Parlementaria

Dady : Raperda RTRW Jabar Jangan Dijadikan Alat Pemutihan Legalitas

BANDUNG.SWARAWANITA NET. -DPRD Provinsi Jawa Barat melalui panitya khusus (Pansus) VII saat ini tengah membahas penyusunan rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Jawa Barat.

Terkait dengan hal tersebut Wakil Ketua Pansus VII. DPRD provinsi Jawa Barat. Drs. H. Daddy Rohanady menyatakan Perda RTRW yang tengah disusun ini jangan sampai jadi aspek legal pemutihan Tata Ruang Wilayah kabupaten/Kota yang bermasalah.

Hal ini terkait dengan peruntukkan lahan kabupaten kota  yang tengah dievaluasi di Bappeda, sesuai dengan prosentase peruntukkannya di kabupaten kota yang ternyata tidak sesuai poto dan lapangan.

“Kalau dia bilang satu sisi potonya untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) tetapi  ketika kita tumpuk kita inverse poto lahan eksistingnya, yang dibilang hijau. pada kenyataan sudah ada bangunan. Dia bilang RTH ternyata ketika diinverse adalah bangunan satu perumahan, ada pabrik kemudian ada bangunan lain.” Ujar Daddy

Diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar. Paling tidak saya menemukan 3 kabupaten kota ,dari 27 kabupaten Kota di Jawa Barat, 3 kabupaten kota yang saya temukan berprilaku seperti itu.

“Karena itu saya sampaikan,  Perda RTRW ini jangan sampai dijadikan aspek legal pemutihan, legalitasnya bahaya sekali buat kita,  semua rugi.”Kata Dady.

Lebih jauh dijelaskan Daddy. Kalau RTH (Kabupaten/Kota) kita patok 30 persen atau 40 persen itu gak bisa ketemu dengan pola itu. Kita gak mau jangan sampai perda rtrw ini jadi pemutihan.

“Sebut saja suatu lahan yang seharusnya RTH dengan presentase yang ditentukan di masing masing kabupaten/kota tetapi ternyata setelah diinverse yang awalnya RTH sekarang sudah jadi perumahan, sudah menjadi bangunan itu kan gak boleh.”tegasnya.

Kalau perdanya disepakati seperti itu, berarti kita jadi pemutihan melegalkan itu, itu yang gak boleh terjadi,  kalau mau seperti itu, dia harus ada lokasi pengganti, lokasi penggantinya harus jelas, jangan sampai lokasi penggantinya gak jelas juga,

Malah Kemetrian Pertanian menyebutkan kalau lahannya diatas persawahan maka penggantinya harus 3 kali lipat, padahal selama ini kita 2 kali lipat.

Nah yang mana yang mau dipegang aturannya,  jadi saya pikir ini butuh kontinyu bukan cuma kita di provinsi tetapi juga mereka di kabupaten kota, karena yang punya lahan itu mereka kabupaten kota, kalau mereka menyimpang  sampai sejauh mana sesungguhnya otoritas kita gunakan, inikan lahan punya mereka kalau dikasih teguran ujungnya pada insentif dan disinsentif.

Contohnya  Kuningan dan Garut merupakan Kabupaten dengan  RTH terbesar di Jawa Barat mereka mempertahankan RTH Garut 81 persenan, sekarang ditekan setelah RTRW ini jadi 51 persenan, itu artinya mereka juga mau mengeksploitasi, Kuningan 41,6 persenan,  jawa barat saja sesungguhnya hanya 38 persenan,

“Kalau mau seperti ini, kalau mereka  tidak diberi insentif apapun, tak masalah, mereka memanfaatkan lahan mereka, tetapi jangan sampai mereka kabupatenna hejo, Kecamatanna hejo Desana hejo tapi rakyatna teu ngejo.”

ini akan lebih celaka, artinya kita harus adil pada mereka,   mereka harus mendapat insentif, insentifnya harus seperti apa, ini juga harus dibicarakan. Pungkas Daddy