Wanita

Pameran Komunitas 22 Ibu

BANDUNG.SJN COM. -Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu sejarahnya, sebab melalui sejarah bisa mengenal masa  lalu. Hal ini merupakan hal penting yang dapat dijadikan pijakan kuat menentukan arah serta langkah di masa depan.

“Mempelajari sejarah dapat mengenali jati diri bangsa yang sebenarnya. Karena sejarah adalah “ruh” yang membawa diri kita ada pada saat ini,”  demikian diungkapkan oleh Ibu Atalia Kamil dan sambutannya yang tertera dalam buku Mitos dan legenda dalam pameran Reimagining the myth story of Indonesia.

Pameran mitos dan Legenda digelar pada tanggal 22 Desember 2018 merupakan pameran rutin yang keenam kalinya, digelar tanpa putus, sekaligus memperingati berdirinya komunitas 22 Ibu. Keaktifan komunitas ini menggelar pameran sudah dimulai sejak 21 April 2013 di galeri kampus yang berlanjut 22 Desember 2013 dan rutin hingga kini. Kedua tanggal tersebut rutin di gelar pameran. Khusus untuk tanggal 21 April dapat melibatkan banyak institusi, sedangkan 22 Desember fokus pada peserta dalam komunitas 22 Ibu.

Ruang pamer ketika kita menelusuri dinding panel yang tertata apik. Mata kita akan dapat mengapresiasi deretan karya seni lukis batik, bertajuk mitos dan legenda yang diangkat dari berbagai daerah di Indonesia. Pada panel depan kita akan disambut oleh lukisan tentang mitos Nyai Loro Kidul yang dibuat oleh Arleti Mochtar Apin, Yustine, Rina Mariana, Nita Dewi. Setiap panel yang disuguhkan kepada audience yang hadir menceritakan tentang runutan kejadian tentang Nyai Loro Kidul.

Batik Gutta Tamarin
Karya-karya yang ditampilkan divisualisasikan melalui teknik Batik Tamarin. Melukis dengan media Tamarin bisa juga disetarakan dengan teknik membatik lebih kontemporer,” kata pungkas Arleti.

Herman Wijaya selaku Ketua Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP) menyampaikan bahwa “pameran ini merupakan kerjasama antara YDSP dan komunitas 22 ibu, kami memfasilitasi kegiatan ini karena banyak unsur pendidikan. Saya melihat dalam pameran ini ada 3 hal penting yang disasar para pendidik seni yaitu alih pengetahuan yaitu apa yang tak digarap, mungkin juga tak diingat oleh orang lain, justru oleh para pendidik seni ini diolah menjadi visual dan pengetahuan yang disampaikan kepada masyarakat umum, 2) Nilai nilai penguatan pendidikan karakter dalam gubahan visual yang diusung dalam pameran ini dapat membantu proses pendidikan di ruang lingkup yang formil, 3) pameran ini sekaligus menjadi ajang untuk memperkenalkan Galeri dan Museum Sejarah dan Kebudayaan Tionghoa kepada masyarakat. Kegiatan ini pada hari Minggunya 23 Desember 2018 kami menggelar 2 kegiatan yaitu workshop batik dan Festival Onde (Dong-zhi)”.

Pelaksanaan Pameran:
22 Desember 2018-10 Januari 2019

Pembukaan:
Sabtu, 22 Desember 2018
Pkl 16.00-18.00

Dibuka untuk umum:
23 Desember 2018-10 Januari 2019
Pkl 10.00 – 16.00
Gedung Graha Surya Priangan,
-Lantai 2-
Galeri Sejarah Kebudayaan Tionghoa.
Jl. Nana Rohana No. 37 Bandung.

Workshop Batik Lilin Dingin
Minggu, 23 Desember 2018
Minggu, 6 Januari 2019
09.30-12.00
(Lokasi sebelah Gedung GSP di selasar lantai 1)

Penyaji karya Seni: Guru dan Dosen dari Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten
dan DKI Jaya
(berkolaborasi dalam karya seni).

Jumlah karya: 56 karya lukis batik gutta tamarind (11 panel batik 200 x 120 cm). Setiap panel berisi 5-6 karya Seni yang dibuat oleh Perupa Pendidik Lintas Institusi(dh)