Nasional

INDONESIA MILIKI 117 PUSPAGA SEBAGAI UNIT LAYANAN PENCEGAHAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DEPOK.SJN COM,– Sejak diinisiasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada tahun 2016, Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) hingga tahun ini telah berkembang di 9 Provinsi dan 108 kabupaten/kota. PUSPAGA menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise dibentuk sebagai perwujudan program Three Ends yaitu Akhiri Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Akhiri Perdagangan Manusia, dan Akhiri Kesenjangan Ekonomi Bagi Perempuan. PUSPAGA menjadi salah satu program unggulan untuk pengasuhan yang benar dan pencegahan kekerasan dan eksploitasi dalam keluarga. Depok (18/9)

 

Di Indonesia saat ini menurut Asdep Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan Kemen PPPA, Rohika Kurniadi Sari terdapat 65 juta keluarga dan  2% (persen) diantaranya mengalami kekerasan sehingga PUSPAGA mengambil peran besar untuk memberikan pendampingan kepada keluarga yang tidak terkait kasus kekerasan demi mencegah terjadinya pelanggaran pada pemenuhan hak anak dan kekerasan dalam rumah tangga.

 

Dua layanan utama di PUSPAGA adalah layanan Konseling dan Konsultasi sehingga dalam setiap PUSPAGA minimal harus ada 1 Psikolog  atau Konselor Keluarga. Para Psikolog/ Konselor Keluarga menurut Asdep Kesetaraan Gender Bidang Pendidikan, Kesehatan dan pembangunan Keluarga, Budi Mardaya menyatakan para konselor harus juga memahami muatan konseling kesetaraan gender. ”Konselor keluarga harus memiliki pemahaman kesetaraan gender dalam keluarga, yang menjadi salah satu pondasi terwujudnya ketahanan keluarga diantaranya adalah mendampingi keluarga untuk dapat mengoptimalkan sumber daya keluarga yang baik, waktu maupun kekayaan, melatih keluarga membagi waktu untuk  memberikan perlindungan maksimal, pembagian peran dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan, pengambil keputusan dalam keluarga serta bisa membangun konsepsi diri yang positif dan mengendalikan emosi untuk tidak melakukan kekerasan terhadap anggota keluarga,’’ujar Budi Mardaya.

Sementara itu Tata Sudrajat dari Save The Children mengakui bahwa saat ini banyak terjadi kasus disfungsi keluarga, pergeseran gaya hidup dan teknologi yang sedikit banyak mempengaruhi pola pengasuhan dalam keluarga. “Orangtua harus diberikan pemahaman bahwa anak memerlukan pendampingan, kasih sayang, perhatian dan kedekatan hubungan. Komunikasi menjadi kunci utama antara orangtua dan anak sehingga anak merasa nyaman untuk mengungkapkan pendapat dan menyampaikan setiap permasalahan yang dihadapi,’’tegas Tata.

Hal senada juga disampaikan Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Agustina Erni bahwa Kemen PPPA berusaha menyelesaikan permasalahan anak dan perempuan melalui pendekatan Sistim Ekologi. “ Sistim Ekologi digunakan melalui tiga lapisan paling dekat dengan anak dan perempuan yaitu, individu, keluarga, dan masyarakat. Pendekatan yang diupayakan adalah membangun komunikasi antar anggota keluarga terutama ayah dan ibu sehingga mereka bisa saling menyampaikan sudut pandang dalam melihat suatu permasalahan. Itu sebabnya hari ini kami kumpulkan para psikolog/konselor keluarga untuk membahas isu dan permasalahan PUSPAGA di daerah,’’ujar Erni.

Pemetaan masalah seperti belum adanya SOP, keterbatasan anggaran dan banyaknya permasalahan anak seperti kasus bullying, korban pelecehan dan kecanduan gadget menjadi beberapa isu utama yang dibahas dalam diskusi yang diikuti oleh sekitar 40 psikolog dan konselor keluarga yang dilangsungkan di Depok selama tiga hari. Hasil dari diskusi dan pemetaan masalah akan menjadi rujukan kebijakan perbaikan PUSPAGA ke depan.