Nasional

Perlindungan Setara bagi Anak Penyandang Disabilitas

PALU.SJN COM,- Disabilitas merupakan bagian dari keberagaman. Disabilitas disebabkan oleh lingkungan, bukan kekurangan fisik seseorang. Lingkunganlah yang harus berubah agar kaum disabilitas, khususnya anak penyandang disabilitas bisa mendapatkan perlindungan dan  berpartisipasi secara penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.

Oleh karenanya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) bersinergi dengan lembaga dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) setempat dan melakukan kegiatan Peningkatan Kapasitas Lembaga Penyedia Layanan dalam Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas untuk memberikan perlindungan bagi anak penyandang disabilitas terhadap kekerasan, pendampingan hukum, serta aksesibilitas. Di Palu  Jumat (13/9/2019)

 

“Minimnya pemahaman yang saat ini dimiliki oleh Lembaga atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun masyarakat mengenai penanganan terhadap anak penyandang disabilitas menjadi perhatian Kemen PPPA. Sesuai mandat Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kami memiliki urusan penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, baik tingkat nasional maupun lintas daerah provinsi,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar.

Nahar menambahkan, dalam upaya perlindungan anak penyandang disabilitas Kemen PPPA tentu melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat di antaranya Kemensos dan Kemendikbud. Sementara, pemerintah daerah dalam hal ini melalui Dinas PPPA yang akan bersinergi dengan LSM pemerhati disabilitas sampai pada lingkungan masyarakat melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

 

Berdasarkan data Kementerian Sosial, hingga saat ini populasi penyandang disabilitas sebanyak 148.173 jiwa, dan 30% atau 44.464 di antaranya adalah anak – anak. Sementara, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019, jumlah anak penyandang disabilitas yang bersekolah sebanyak 134.045 anak yang tersebar di 2.209 Sekolah Luar Biasa (SLB) seluruh Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA bahwa UPTD PPA memiliki 6 fungsi layanan, yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban. Hingga Agustus 2019 jumlah UPTD PPA sebanyak 52, salah satunya ada

di Provinsi Sulawesi Tengah.

 

Dalam proses penanganan dan pendampingan anak penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum, Manajer Advokasi dan Jaringan Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), Purwanti mengingatkan bahwa menjadi penting bagi para lembaga penyedia layanan untuk menyusun profile assesment.

“Selama ini dalam proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak pernah dipertanyakan apakah seseorang yang berhadapan dengan hukum termasuk dalam kategori disabilitas atau tidak. Oleh karenanya, menjadi penting untuk memahami kondisi dan profile assesment penyandang disabilitas. Dengan adanya profile assessment, maka Aparat Penegak Hukum memperoleh informasi yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Dengan demikian, kita juga dapat mengetahui trauma yang dialami difabel, termasuk perubahan perilaku yang terjadi pada difabel pasca terjadinya kekerasan dan strategi komunikasi yang efektif kepada difabel,” tutur Manajer Advokasi dan Jaringan Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), Purwanti.

 

Profile assessment juga bisa menjadi pembuktian hukum bahwa disabilitas bisa menjadi penyebab ketidakberdayaan seseorang untuk melawan tindak kekerasan yang menimpanya. Penyusunan profile assessement harus melibatkan profesional di bidangnya, seperti psikolog, dokter, psikiater, ahli, dan lain – lain. Profile assessement juga harus dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung yang berlegalitas dari ahli, seperti rekam medis, surat keterangan tentang hasil pemeriksaan, ahli jiwa, surat keterangan kondisi mental disabilitas, dan lain – lain.

Kepala Bidang Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas dan Psikososial Kemen PPPA, Indrawati mengatakan selain menyelenggarakan Peningkatan Kapasitas Lembaga Penyedia Layanan dalam Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas, demi memberikan perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas, Kemen PPPA telah melakukan beberapa upaya lainnya. Upaya tersebut di antaranya menyusun Kebijakan dan Pedoman Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas, dan menyediakan Mobil Perlindungan Perempuan dan Anak (MOLIN) dan Motor Perlindungan Perempuan dan Anak (TORLIN).

 

Indrawati juga mengingatkan bahwa Ketersediaan SDM, seperti psikolog dan pakar disabilitas, serta ketersediaan sarana prasaran yang layak bagi anak penyandang disabilitas haruslah menjadi bagian dari layanan UPTD PPPA yang ramah terhadap anak penyandang disabilitas agar semua anak dapat terpenuhi layanannya saat menghadapi kasus terkait dirinya.

“Kegiatan peningkatan kapasitas lembaga penyedia layanan dalam perlindungan anak penyandang disabilitas adalah bentuk upaya kami dalam meningkatkan pemahaman kepada unit layanan teknis daerah, khususnya di tingkat provinsi. Hal ini bertujuan agar unit layanan teknis daerah dapat memberikan pelayanan dan akomodasi yang layak bagi anak penyandang disabilitas, terutama yang berhadapan dengan hukum sehingga ke depan, diharapkan seluruh lembaga penyedia layanan termasuk aparat penegak hukum mampu dalam memberikan pelayanan bagi anak penyandang disabilitas sesuai dengan kebutuhannya,” tutup Nahar.