Pemerintahan

Pemprov Jabar Siapkan Rencana Strategis Penanganan Bencana hingga 2040

BANDUNG,SJN COM, – Pemprov Jawa Barat menyiapkan manajemen penanganan kebencanaan sebagai upaya untuk menekan risiko bencana di Provinsi Jabar yang dikenal sebagai provinsi rawan bencana.

Penyiapan manajemen kebencanaan tersebut diawali dengan pelatihan Smart Disaster Management atau pelatihan manajemen kebencanaan secara pintar yang digelar oleh Pemprov Jabar bekerja sama dengan East West Center (EWC).

Dalam acara penyerahan sertifikat sekaligus evaluasi pelatihan Smart Disaster Management, 30 peserta pelatihan yang terbagi ke dalam lima kelompok itu memaparkan ide atau konsep penanganan kebencanaan di Jabar hingga tahun 2040 kepada Gubernur Jabar Ridwan Kamil.

 

Dalam kesempatan tersebut, Emil, sapaan akrab Gubernur Jabar meminta, agar Jabar segera memiliki cetak biru Buku Ketangguhan Budaya Jabar atau Resilience Culture Province yang menjadi bagian dari komitmen Pemprov Jabar saat ini.

Dia pun memberikan tenggat waktu selama tiga bulan kepada Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) Jabar untuk membuat buku tersebut.

“Ini salah satu komitmen politik tentang Jabar Resilience Culture Province (Budaya Ketangguhan Jawa Barat),” kata Emil di Rumah Dinas Gubernur Jabar, Jalan Otto Iskandardinata, Kota Bandung, Kamis (12/9/2019).

Untuk diketahui, pemateri dalam pelatihan ini merupakan ilmuwan-ilmuwan kebencanaan dari Hawaii yang tergabung dalam EWC. Melalui pelatihan tersebut, para peserta diminta memberikan kontribusi atau pemikirannya terkait kesiapan Jabar dalam penanganan kebencanaan hingga 2040.

“Supaya hasilnya konkret, saya kasih waktu tiga bulan sampai akhir 2019 untuk segera menerbitkan buku Jabar Resilience Culture Province versi pelatihan ini,” pinta Emil.

Emil juga menginstruksikan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar untuk membuat aplikasi kebencanaan Jabar yang bisa diakses oleh semua warga Jabar.

“Sehingga, pada saat terjadi bencana, bisa lebih dekat dan melakukan tindakan emergency yang lebih relevan,” katanya.

“Termasuk konten-konten edukasi (kebencanaan) bisa di situ (aplikasi) dilihat, bisa dalam bentuk video, dan lain-lain,” sambung Emil.

Selain itu, kata Emil, Pemprov Jabar akan membuat maskot fauna yang menjadi representasi ketangguhan Jabar dalam menangani kebencanaan. Maskot tersebut akan diberi nama Resi yang berasal dari kata Resilience.

“Supaya nanti ketika kita mengedukasi anak TK, anak SD yang masih awam, kita menggunakan cara-cara yang sifatnya hiburan sambil melatih mereka untuk menjadi generasi yang lebih siap (terhadap kebencanaan) dari kita-kita orang tuanya di hari ini,” jelas Emil.

Jabar menjadi provinsi dengan jumlah kebencaan tertinggi di Indonesia. Setiap tahun, terdapat 1.200-1.500 laporan kebencanaan di Jabar. Mayoritas adalah bencana hidrologis, seperti longsor, luapan air sungai yang mengakibatkan banjir, dan lainnya.

“Kita harus jadi masyarakat yang adaptif, masyarakat yang hari esok lebih baik dari hari ini. Caranya dimulai dari niat. Saya apresiasi orang-orang hebat ini (peserta seminar) yang mewakili unitnya,” tandas Emil.

Kepala Pelatih dan Fasilitator EWC Scheirman Cruz menjelaskan, dalam pelatihan, para peserta diajak untuk memikirkan rencana strategis penanganan kebencanaan di Jabar hingga 2040.

“Bagaimana penanganan bencana untuk masa depan bisa direncanakan dari sekarang. Dan di sini para pesera akan memaparkan bagaimana model atau strategi penanganan bencana Jawa Barat di masa depan, tepatnya di tahun 2040 yang akan bisa menjadi peta jalan bagi Jawa Barat,” paparnya.

Pelatihan berlangsung selama lima hari, yakni dari 8-12 September 2019. Para peserta berasal dari pemangku kepentingan kebencanaan dari 27 kabupaten/kota, serta beberapa pegawai Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Jabar.

Ada berbagai konsep gagasan yang disajikan para peserta. Berbagai konsep ide yang muncul dari para peserta pun mendapat apresiasi dari Emil sebagai pemikiran yang sangat baik, seperti konsep Jabar Tangguh Bencana 2040 dimana konsep ini menggunakan pendekatan ide, natural, sosial, budaya, ekonomi, dan politik dengan dukungan teknologi.

Sementara konsep lain, yakni menekankan pendekatan sinergi program dengan aturan yang logis. Artinya, pembangunan konsep penanganan kebencanaan harus berbasis ilmiah atau kajian.

Ada pula konsep penanganan bencana berbasis pada regulasi atau aturan yang menjadi kebijakan pemerintah. Konsep ini mengharuskan adanya penguatan kelembagaan dimana kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi serta dunia pariwisata terintegrasi dengan baik.

Konsep ini berbasis aplikasi yang menyajikan data center seputar kebencanaan hingga peringatan kebencanaan yang mudah diakses oleh masyarakat.